Bali Pada Masa Pendudukan Jepang (Tahun 1942-1945)

A. Pendahuluan

Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II ternyata membawa dampak sampai ke wilayah Hindia Belanda . Pada tanggal 8 Desember 1941 Jepang melancarkan Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik dengan menyerang Pearl Harbour, Pangkalan Angkatan Laut Amerika di Laut Pasifik . Hal ini berlanjut dengan kekalahan sekutu termasuk di dalamnya Belanda sehingga mempengaruhi kedudukan Belanda di Hindia Belanda. Dengan penyerahan tanpa syarat Jenderal H. Ter Poorten selaku Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda di Kalijati tanggal 8 Maret 1942 (Onghokham, 1989 : 280). Hal tersebut menyebabkan Belanda tidak lagi menjalankan kekuasaannya di Hindia Belanda.

Pulau Bali yang tak luput dari sasaran Jepang, pada pertengahan bulan Februari 1942 di sebelah selatan Pulau Bali terjadi pertempuran antara sekutu dengan Jepang. Keadaan tersebut membuat panik masyarakat Bali, sehingga mereka banyak mengungsi. Dalam setiap pertempuran Jepang selalu unggul baik di darat, laut maupun udara. Demikian juga yang terjadi di Bali, setelah melakukan pendaratan di Pantai Padanggalak tanggal 17 Februari 1942 dan tanggal 19 Februari 1942 di Pantai Sanur, serdadu-serdadu alat pertahanan Hindia Belanda mundur teratur meninggalkan Kota Denpasar. Setelah itu kesatuan Prayoda membubarkan diri dan pulang ke kampong masing-masing.

Proses pendudukan Jepang di Bali berlangsung cepat, hal inilah yang membuat penduduk panik. Beberapa bulan setelah pendaratan di pantai Sanur keadaan menjadi pulih kembali, orang-orang mulai kembali dari pengungsian dan bekerja sebagaimana biasa. Perubahan situasi yang bertambah baik ini banyak dipengaruhi oeh karakteristik orang Jepang yang pada awalnya bersifat lebih sopan dan ramah. Kontak-kontak antara orang Jepang dengan masyarakat Bali mulai dari pemimpin-pemimpin masyarakat pada waktu itu terutama raja-raja dan para bangsawan lainnya, disamping para intelektual seperti pegawai pemerintahan dan para guru sekolah. Setelah seluruh daerah Bali, dapat dikuasai mulailah diadakan perubahan-perubahan dalam bidang pemerintahan yang mengikuti system pemerintahan Jepang.


B. Struktur Pemerintahan

Sistem Pemerintahan Jepang di Bali mempunyai struktur yang tidak jauh berbeda dengan struktur pemerintahan pada jaman Hindia Belanda sebelumnya. Perbedaannya hanyalah dalam penyebutan saja yaitu dengan memakai istilah Jepang. Pemerintah Jepang di Bali masih mengakui keberadaan kerajaan, namun disetiap kerajaan ditempatkan seorang penguasa Jepang yang disebut Bun Ken Kan Rikan, sedangkan raja hanya sebagai penghubung antara pemerintah Jepang dengan rakyat. Panggilan raja diganti dengan istilah Jepang yaitu dengan sebutan Syucho. Bali termasuk kedalam pemerintahan Kaigun dan semua peraturan terpusat kepada pemerintahan Kaigun di Makasar. Wilayah kekuasaan Kaigun ini dipimpin oleh seorang pegawai sipil yang disebut Menseibu, dibawahnya disebut Menseibu Cokan. Bali dipimpin oleh seorang Menseibu Cokan yang berkedudukan di Singaraja. Sedangkan susunan pemerintahan Jepang secara hirarki kebawah adalah sebagai berikut :

  1. Syo Sunda Mensibu berkedudukan di Singaraj yang mengepalai pemerintahan untuk daerah Bali dan Lombok, dipimpin denan istilah Menseibu Cho Kan.
  2. Nimbu Baliken yang meliputi daerah Bali dengan pusat pemerintahan di Kota Denpasar, dipimpin dengan istilah Ken Kan Ri Kan.
  3. Syu atau Kerajaan dengan pusat pemerintahan ada di masing-masing kerajaan, kepala pemerintahan disebut Syu Cho (Raja Pribumi) yang didampingi oleh seorang pejabat Jepang yang disebut Bun Ken Kan Ri Kan.
  4. Gun setingkat kecamatan yang pada waktu itu disebut distrik yang dikepalai oleh seorang Punggawa, pada masa Jepang diganti dengan sebutan Gun Cho.
  5. Di bawah Gun adalah Son yaitu Perbekel atau Kepala Desa yang disebut Son Cho. Ini merupakan lembaga pemerintahan tingkat paling bawah yang dibantu oleh petugas lainnya seperti Kelian untuk berhubungan langsung dengan rakyat.

Dengan melihat struktur pemerintahan seperti di atas maka jelaslah struktur birokrasi pemerintahan tradisional masih tetap dipertahankan sehingga denan demikian akan dapat mempermudah komunikasi pemerintah dengan rakyat, dan ini berarti usaha untuk meluaskan propaganda-propaganda Jepang bisa masuk ke pelosok-pelosok desa akan mudah. Pemerintah militer Jepang untuk di Bali yang paling tinggi adalah disebut Sirie mengawasi Angkatan Laut dan pemerintah sipil bersama-sama dengan bawahannya yang disebut Tohetei atau Tohubetsu Keisatsutai sebagai penjaga keamanan wilayah Bali.


C. Bidang Ekonomi

Perekonomian pada masa pendudukan Jepang di Bali memang kurang berkembang hal ini disebaban karena situasi dalam kedaaan perang,terutama bidang perdagangan dan impor lumpuh karena masing-masing pihak berusaha menghancurkan lawannya disegala bidang, terutama ekonomi. Karena sangat sulit maka Jepang berusaha untuk menciptakan keadaan ekonomi dimana tiaptiap daerah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Disamping perekonomian diarahkan untuk mendukung kemenangan Jepang melawan sekutu. Pemerintah Jepang juga mendirikan suatu Badan Usaha yang berama Mitsua Busan Kaisha (MBK) yang merupakan suatu usaha atau badan usaha pengumpulan bahan makanan terutama pada dan alat penggilingnya.

Untuk mendapatkan minyak pelumas yang sanat diperlukan bagi kendaraan, senjata dan lainnya, maka rakyat dipertahankan untuk menanam pohon jarak. Untuk kebutuhan daging di Bali dilaksanakan denan cara membuat pabrik pengalengan daging di Denpasar yang bernama Taiwan Chikusan, daging yang dikalengkan adalah daging sapid dan babi. Kebutuhan akan karung goni untuk engangkut beras, maka rakyat diperintahkan menanam nenas, kemudian didirikan pabrik karung goni di Denpasar yang bernama Goshio.

Segala sesuatu yang berhubungan dengan produksi kebutuhan hidup pokok dkerahkan untuk keperluan perang. Dibuka pula took seperti Hei Kyu Kumiai yaitu semacam took serba ada yang mendistribusikan barang-barang produksi, tetapi terbatas pada kepentingan para pegawai Jepang dan itupun kalau ada sisa pengirian untuk perang. Sebaliknya barang-barang produksi dari pabrik-pabrik Jepang tidak ada kelihatan selain beberapa buah kendaraan bermotor untuk para pejabat dan beberapa buah buah sepeda yang banyak menggunakan ban karet mentah. Hal ini terjadi karena selama perang, politik industri Jepang berubah dari system membuat pakaian menjadi senjata, sedangkan kebutuhan sandang dan pangan diharapkan dari daerah pendudukan.


D. Bidang Kesehatan

Akibat adanya berbagai keterbatasan baik makanan maupun pakaian/sandang maka kesehatan masyarakat masih jauh terbelakang. Kesadaran akan pemeliharaan kesehatan masyarakat masih kurang sekali, kebiasaan-kebiasaan bagi orang-orang kampong yang dapat mengganggu kesehatan seperti mengambil air minum, membuang kotoran dan sebagainya belum banyak diperhatikan dan usaha memberikan penerangan dalam bidang kesehatan ini baru dimulai pada masyarakat kota saja. Demikian pula dalam kegiatan bidang olah raga belum sampai ke desa-desa.

Penyakit yang banyak diderita oleh penduduk adalah penyakit malaria yang timbul akibat selokan-selokan atau kolam yang tidak pernah dibersihkan. Penyakit-penyakit yang bersifat umum diantaranya adalah penyakit patek (frambosia) yang banyak terdapat di bagian desa Tianyar, Seraya, Angantelu khususnya di Kabupaten Karangasem. Disamping itu banyak juga penderita cacing, penyakit lepra dan penyakit Tubercolusa.

Akibat kekurangan bahan pakaian, penduduk sampai-sampai berpakaian dari tapis/serat tipis pada bagian pelepah daun kelapa. Penduduk hamper-ampir telanjang, karena kekurangan sandang. Disamping itu karena sabun cuci juga tidak ada, maka penduduk Bali memakai rerek untuk mencuci pakaian, sekedar supaya ada buihnya. Akibat sabun tidak ada, sehingga mengakibatkan tumbuhnya penyakit gatal yang diakibatkan oleh banyaknya kutu busuk yang dalam bahasa Balinya disebut Tuma. Jaman Jepang di Bali terkenal dengan nama jaman tuma atau penyakit kulit/gatal koreng kerek menurut istilah penduduk Bali saat itu


E. Bidang Pendidikan

Pemerintah pendudukan Jepang sanat memperhatikan masalah pendidikan karena sangat membutuhkan berbagai sumber daya untuk keperluan perang. Pendidikan ini dipergunakan untuk mendukung konsepsi Kemakmuran Asia Timur Raya tergantung pada Perang Asia Timur Raya. Untuk mendukung itu maka sekolah menjadi pendidikan yang bersifat militeristik dan tempat untuk meningkatkan Propaganda Gerakan “Tiga A” : Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia. Penyelenggaraan pendidikan di Bali pendudukan Jepang dipelopori oleh suatu badan yang disebut “Saram Minseibu” yang memberi penerangan kepada pelajar-pelajar dan para pemuda dalam menyiapkan diri untuk kepentingan kemiliteran serta menanamkan semangat membela tanah air.

Sistem pendidikan mulai dirubah dari system pendidikan colonial Belanda ke system pendidikan Jepang dimana sekolah-sekolah semuanya dilebur menjadi sekolah pemerintah. Seperti kita maklumi bahwa sekolah-sekolah pada masa pemerintahan colonial Belanda terdapat perbedaan antara sekolah untuk orang-orang Eropa, Sekolah bumiputra dan sekolah swasta seperti Taman Siswa. Oleh karena terjadi penghapusan seperti sekolah-sekolah swasta dengan sendirinya sekolah Taman Siswa ikut dibubarkan.

Disamping menerima pelajaran seperti yang diajarkan pada masa sebelumnya yang penting pada waktu itu adalah menanamkan semangat Hakko Itiu yaitu menanamkan arti Perang Asia Timur Raya dan kemenangan di pihak Nippon. Oleh karena itu disamping belajar ilmu juga diajarkan baris-berbaris, latihan perang, mengerjakan kerajinan tangan seperti benang, merajut, membuat peralatan dari sabut kelapa dan sebagainya. Suatu hal yang dianggap penting pada waktu itu adalah para pelajar diwajibkan ikut menanam kapas dan pohon jarak seperti yang dikerjakan masyarakat banyak, dengan tujuan untuk membantu kepentingan perang.

Sekolah-sekolah tingkat Sekolah Menengah sudah ada didirikan semuanya dengan istilah bahasa Jepang seperti :

  1. Hutsu Chu Gakko ( Sekolah Menengah Umum)
  2. Katto Chu Gakko (Sekolah Menengah Atas)
  3. Kyo In Saidyo (Sekolah Guru Desa)
  4. Sihan Gakko (Sekolah Guru B)
  5. Katto Sihan Gakko ( Sekolah Guru A)

Disamping itu masih ada Sekolah Pertanian dan Sekolah Pertukangan. Adapun sekolah-sekolah menengah tersebut di atas didirikan di dua kota yaitu Singaraja dan Denpasar. Sistem pendidikannya hamper sama dengan Sekolah Dasar, hanya pengetahuan dan mata pelajarannya ditingkatkan. Kegiatan anak-anak sekolah ditujukan kepada pengetahuan yang praktis dan ditanamkan disiplin militer yang kuat. Pada tingkat Sekolah Menengah bahasa Jepang lebih diaktifkan juga pelajaran menulis dan emmbaca huruf Jepang dari yang paling dasar yaitu Katakana, Hiragana sampai ke huruf Kanji. Dilihat dari waktu yang singkat itu yaitu kurang lebih hanya 2 sampai 3 tahun, pendidikan Jepang di Bali belumlah dapat dilihat hasilnya secara pasti karena menjelang saat-saat jatuhnya Jepang dan bangkitnya bangsa Indonesia merebut kemerdekaan banyak pemuda-pemuda pelajar yang ikut gerakan-gerakan, sehingga peretengahan bulan Agustus 1945, sekolah-sekolah menengah di Bali bubar karena situasi pada saat itu mulai bergolak.


F. Pembentukan PETA

Untuk memperkuat pertahanan Jepang di Asia Timur Raya dengan Gerakan Tiga A, Jepang memobilisir kekuatan pemuda seperti Seinendan (barisan pemuda), Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), dan Heiho. Disamping beberapa organisasi tersebut, pemerintah Jepang juga mengoranisir kesatuan militer dengan PETA (Pembela Tanah Air) yang diumumkan pada tanggal 3 Oktober 1943. Di Bali penerimaan PETA baru diumumkan pada permulaan tahun 1944. Tempat latihan PETA di Bali diselengarakan di Banyumala Singaraja. Setelah para pemuda mendaftar masuk, mengikuti latihan selama kurang lebih tiga bulan, maka pada tanggal 15 Juni 1944 diadakan upacara pemberian ijazah yang ditandatangani oleh pimpinan tertinggi balatentara Jepang yaitu Saiko Sikikan di Jakarta, acara tersebut berlangsung di Banjar Jawa Singaraja. Dalam upacara tersebut para daianco dan chudanco diberi pedang jenis Jepang bikinan Indonesia. Pedang ini bukan pedang Jepang sejati dan panjangnya kurang daripada pedang yang dipergunakan oleh para perwira Jepang.

Para perwira dan bintara setelah dilatih kemudian ditempatkan di tiga daidan/tangsi Jepang di Bali. Ketiga daidan itu adalah :

  1. Daidan ke-1 di Negara (Jembrana) membawahi Jembrana dan Buleleng.
  2. Daidan ke-2 di Kediri membawahi wilayah Tabanan dan Denpasar.
  3. Daidan ke-3 di Gunaksa/Klungkung membawahi wilayah Bali Timur (Gianyar, Bangli, Karangasem, dan Klungkung)

Penempatan daidan tersebut berjauhan letaknya, sesuai dengan tugas tentara PETA, yaitu sebagai tentara territorial untuk mempertahankan wilayah sampai titik darah penghabisan.

Personalia perwira ketiga daidan PETA di Bali adalah sebagai berikut :

  1. Shikokan/perwira pembimbing adalah orang Jepang yaitu Letnan Mishima untuk daidan Negara, Letnan Kawate untuk daidan Tabanan, Letnan Yamazaki untuk daidan Klungkung.
  2. Didanco/komandan daidan : I Made Putu/daidan Negara, I Gusti Ngurah Gde Pugeg/daidan Kediri, Anak Agung Gde Agung/daidan Klungkung.
  3. Shudancho : Daidan Negara yaitu I Gusti Agung Bagus Mayun, Dewa Made Suwija, I Made Muka, Dewa Nyoman Teges. Daidan Kediri yaitu I Putu Serangan, Anak Agung Anom Asta, I Gusti Putu Wisnu, I Gusti Mataram. Daidan Klungkung yaitu Anak Agung Ketut Karang, Cokorda Anom Putra, Anak Agung Gde Karang, I Gusti Bagus Sugianyar.
  4. Shodanco : Daidan Negara yaitu I Gusti Ngurah Partha, I Gusti Made Binda, I Gusti Nengah Wirtha Tamu. Daidan Kediri yaitu Gusti Ngurah Pindha, I Made Pugeg, I Gusti Made Oka, I Nyoman Sarja Udaya. Daidan Klungkung : Ida Bagus Ngurah Geg, I Gusti Ketut Pugeg, Cokorda Agung, Anak Agung Rai Losog.
  5. Budanco : Daidan Negara yaitu Dewa Nyoman Nesa, Nyoman Nirba, IGusti Ketut Sugriwa, I Gusti Ngurah Mataram. Daidan Kediri yaitu Nengah Arti, I Made Cateri, I Gusti Putu Tiaga, I Gusti Made Alit. Daidan Klungkung yaitu I Ketut Kenak, I Made Gede, I Nyoman Cekug, I Nyoman Maruta.

Persenjataan ketiga daidan di Bali adalah sebagai berikut : 960 senapan, 110 pistol, 12 senapan mesin ringan, 33 senpan mesin berat dan 6 mortir parit. Dengan memperhatikan kekuatan satu daidan 535 orang, maka jumlah para pemuda Bali yang menjadi anggota PETA adalah kurang lebih 1600 orang, yang kemudian dalam revolusi fisik di Bali menjadi kekuatan inti dalam menentang Belanda.

PETA dibubarkan secara resmi oleh pemerintah Jepang pada tanggal 18 Agustus 1945 setelah Jepang menyerah kepada Sekutu. Jepang merasa khawatir bahwa PETA tidak akan dapat dikendalikan, sedangkan Jepang sendiri berfungsi hanya menjaga ketertiban dan keamanan sambil menunggu kedatangan sekutu (Nugroho Notosusato, 1976 : 59). Sedangkan PETA di Bali baru dibubaran pada tanggal 20 Agustus 1945. Dengan alasan semua senjata akan diganti, maka semua senjata dikumpulkan dalam gudang, sementara semuaanggota PETA apel. Senjata-senjata itu kemudian diangkut dengan truk menuju Denpasar. Tentara PETA kemudian dibubarkan, sehubungan dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu serta pembubaran PETA di tingkat pusat. Para anggota PETA diperintahkan pulang ke kampong halamannya masing-masing.


G. Penutup

Masa pendudukan Jepang merupakan pengalaman berat dan pahit bagi kebanyakan orang Indonesia. Perioe ini merupakan suatu masa peralihan yang memberikan warna tersendiri dalam kehidupan angsa Indonesia. Walaupun masa pendudukan Jepang hanya berlangsung “seumur jagung” (sangat singkat antara tahun 1942-1945), namun dampaknya terhadap perkembangan peristiwa ini kemudian menjadi besar. Kekuatan Kolonial Belanda yang mapan selama kurang lebih tiga setengah abad telah dihancurkannya dalam waktu yang sangat singkat sekali. Dilihat dari dari kedudukan bangsa Indonesia masa kini, periode ini sangat penting untuk memahami keadaan yang dialami sekarang. Selama masa pendudukan Jepang telah terjadi anyak perubahan yang akibat-akibatnya masih dirasakan pada waktu sekarang ini di berbagai kehidupan masyarakat. Tidak ada yang akan menyangkal, bahwa masa pendudukan Jepang yang lamanya hanya sekitar 40 bulan itu merupakan “latihan” mental maupun fisik bagi bangsa Indonesia, yang besar manfaatnya dalam menghadapi pahit getirnya perjuangan merebut kemerdekaan. Sehingga ada yang mengatakan bahwa jaman Jepang dianggap sebagai prolog daripada Revolusi Indonesia.

Umumnya pada waktu itu kedatangan Jepang di Indonesia disambut dengan penuh harapan karena dianggap sebagai “pembebas’. Slogan bahwa “Asia telah dikembalikan kepada Asia” telah memberikan harapan bahwa kemerdekaan bangsa yang didamba-dambakan akan segera menjadi kenyataan. Propaganda Jepang dengan gerakan “Tiga A” juga mendapat duungan dari hamper semua kelompok masyarakat, dimana Jepang telah mendudukinya. Hal tersebut juga terjadi di Pulau Bali, ketika Jepang secara resmi mengambil alih kekuasaan Kolonial Belanda pada tanggal 23 Februari 1942. Setelah Bali dapat diduduki oleh Angkatan Laut Jepang akhirnya seluruh Bali dapat dikuasai Jepang dan mulailah diadakan perubahan-perubahan dalam bidang pemerintahan serta dimulainya berbagai propaganda untuk mendukung Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Berbagai organisasi yang pada dasarnya dibentuk untuk peperangan didirikan dengan melakukan perekrutan terhadap pemuda. Hampir segala kativitas baik perekonomian, pendidikan dan perdagangan segalanya ditujukan untuk mendukung kemenangan perang Jepang.

Setelah beberapa waktu berlangsung, harapan yang didambakan masyrakat Indonesia terhadap Jepang justru sebaliknya. Segala aktivitas-aktivitas yang dilakukan rakyat pribumi sebagian besar tidak ada artinya bagi kepentingan masyarakat Bali, karena semua kegiatan semata-mata kepentingannya ditujukan untuk perlengkapan dan persediaan perang. Semua pekerjaan seolah-olah dipaksakan dengan system kekerasan, rakyat dengan sendirinya merasa takut, cemas dan tidak pernah mengalami kesenangan apalagi dengan situasi yang serba kurang sandang dan kurang pangan. Rasa simpati terhadap balatentara Jepang akhirnya memudar dan berubah menjadi kebencian. Hingga akhirnya Jepang menyerah kepada sekutu dan meninggalkan wialayah Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

AB. Lapian dan Jr. Chaniago, ed., 1988. Dibawah Pendudukan Jepang, Kenangan Empat Puluh Dua Orang Yang Mengalaminya. Seri Penerbitan Sejarah Lisan No. 4, Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta.

AA. Gde Putra Agung, I Nengah Musta, 1991/1992. Sejarah Pendidikan Daerah Bali. Proyek Inventarisasai dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Bali, Ditjenbud, Depdikbud.

------------------------, 1992/1993. Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Bali. Proyek P2NB Bali, Depdikbud.

Arniati Prasedyawati Herkusumo, 1982. Chuo-Sangi-in, Dewan Pertimbangan Pusat Pada Masa Pendudukan Jepang. Jakarta : Rosda Jaya Putra

Bambang Purwanto, 2006. Gagalnya Historiografi Indonesiasentris?! . Yogyakarta : Ombak

Djohan Makmur, dkk., 1993. Sejarah Pendidikan di Indonesia Zaman Penjajahan. Jakarta : Depdikbud

Geoffrey Robinson, 2006. Sisi Gelap Pulau Dewata, Sejarah Kekerasan Politik. Yogyakarta : LkiS

George Mc. Turnan Kahin, 1980. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Terj. Ismail bin Muhammad dan Zaharom bin Abdul Rashid. Kualalumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pelajaran Malaysia.

Harry J. Benda, 1980. Bulan Sabit Matahari Terbit, Islam Indonesia Masa Pendudukan Jepang. Terjemahan Daniel Dhakidae. Jakarta : Pustaka Jaya

Ide Anak Agung Gde Agung, 1993. Kenangan Masa Lampau, Zaman Hindia Belanda dan Masa Pendudukan Jepang di Bali. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

I Gusti Ngurah Rai Mirsha, dkk.1986. Sejarah Bali. Proyek Penyusunan Sejarah Bali, Pemda TK I BALI.

Kuntowijoyo, 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Bentang Budaya

Louis Gottschalk, 1975. Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho Notosusanto. Jakarta : Universitas Indonesia Press

Nugroho Notosusanto, 1976. Tentara PETA Pada Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia. Jakarta : Gramedia

Nuryahman, “Gerakan Bawah Tanah Dengan Semangat Anti Jepang di Bali Tahun 1942 – 1945”. (Naskah belum diterbitkan), Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Denpasar 2002.

Nyoman S. Pendit, 1979. Bali Berjuang. Jakarta : Gunung Agung

Onghokham, 1989. Runtuhnya Hindia – Belanda. Jakarta : Gramedia

Comments

One response to “Bali Pada Masa Pendudukan Jepang (Tahun 1942-1945)”

Unknown mengatakan...
6 Desember 2015 pukul 06.31

trim"s Artikel y, izin copy, karena salah satu nama yg masuk dalam artikel ini merupakan orang tua kami

Posting Komentar